Stop Wishing, Start Doing

Stop Wishing, Start Doing

Friday, June 13, 2014

Cukup 1 kali makan di THE BUFFET

Hai hai..

Kali ini saya mau review salah satu resto ayce, The Buffet. Lokasinya di Plaza Semanggi lantai 3A.
Sebenernya udah lama pengen coba juga, karena deket dari kampus dan sering ada promo pelajar hehe.. Setelah baca2 review orang di OpenRice, akhirnya nyoba juga deh makan di sini. Tempatnya agak besar dengan dekor yang sangat biasa.

Saya sampai di sana sekitar pukul setengah 12 siang, sengaja dtg pagian karena takut penuh sama orang kantoran. Sampai di sana kita tanya harganya, 1 orang kurang lebih 120rban. Terus pelayannya kasih tau kalau kita masuk jam setengah 2, harganya cuma 80rban. Kita mikir2 lagi, lumaya juga ya beda 40rb, apalagi pas setengah 12 itu kartu pelajar gak ngaruh :p
Akhirnya kita jalan2 dulu deh nunggu sampai jam setengah 2.

Setelah muter2 sambil kelaperan, kita balik lg ke atas, dan masuk pas jam setengah 2. Kita langsung dianterin ke meja, dan langsung disiapin sendok garpu + gelas (gelas di sini gak boleh ganti, 1 orang cuma 1 gelas). Karena udah kelaperan, jadi kita langsung ambil makanan deh.

Makanan disini menurut saya lumayan banyak, tapi tampilannya kurang menarik hehe. Mulai dari nasi goreng, kwetiau goreng, sayur2an, ikan, daging, kentang, pasta, bruschetta, sushi, salad, teppanyaki, cake, puding, jelly, dan es krim.

Berhubung saya pecinta pasta, saya langsung tertarik untuk coba pastanya. Ronde pertama saya ambil lasagna, fettucini bolognese, seafood pastry, sama penne. Rasanya??? Mengecewakan. Semua hambar kecuali saus bolognesenya. Itupun terlalu asam, fettucininya gak kenyal, terlalu matang. Meskipun disediakan lada dan garam, tapi itu gak membantu memperbaiki rasanya sih :(
Nyobain macaroni schotel yang diambil pacar, rasanya hambar juga. Entah karena sengaja dibikin begitu apa chefnya gak nyobain masakan mereka, yang jelas mengecewakan banget.

Ronde kedua, cobain ikan saus bangkok, tahu (lupa namanya apa), chicken karage, kentang goreng, sushi 2 potong, garlic bread, bruschetta. Kalau sebelumnya hambar, si ikan ini pedes dan asin banget, mungkin harus makan pake nasi. Tahunya lumayan, dimasak pake sawi putih, meskipun tahunya terlalu lama digoreng jadi pinggirannya agak keras. Chicken karage, gak tau kenapa mereka kasih nama itu, soalnya ini cuma kulit ayam goreng tepung, mirip banget sama yg dijual di giant. kentang goreng hambar dan udah alot karena uda terlalu lama. Sushi,,untung banget cuma ambil 2 potong. Ini kesalahan fatal mereka, di potongan sushi yang saya ambil ada ulat yang biasa nempel di sayuran :( Rasa sushinya standar dan ukurannya kecil banget. Garlic bread uda dingin dan gak garing, hambar pula. Bruschetta jg dingin dan gak garing, yang kerasa cuma saos tomat.

Teppanyakinya lumayan, mungkin karena langsung dimasak kali ya, jadi masih panas. Kita bisa milih sendiri mau apa, kemarin teman saya minta campur, jadi ada ayam, ikan, daging, tahu, cumi. Ikannya sih uda gak fresh, jadi lembek banget pas di makan, yang lain oke lah.
Sempet nyobain ikan saus lemon yang diambil temen, rasanya asem manis, dan nutupin rasa ikannya, udah dingin pula.
Kata temen saya nasi goreng dan kwetiaunya lumayan, meskipun rasanya tetep kurang nendang.

Berhubung udah kenyang, kita stop ambil makanan,,tapiiii selalu ada ruang diperut untuk dessert haha.
Kita ambil puding cokelat, brownies, jelly, dan cake kecil2. yang paling mendingan cuma puding cokelat, yang lain tidak recommend. Es krimnya juga lumayan, kita bisa tambahin topping kacang, meses, oreo, dan selai cokelat.

Oh iya, untuk minumannya ada soft drink, air putih, teh, dan lemon tea, ini termasuk dlm ayce nya. Kalau minuman yang harus beli gak tau ada apa aja.

Kesalahan fatal resto ini setelah ulat di sushi adalah.....banyak serangga menyerupai kecoa yang berkeliaran. Kenapa fatal, karena ini restoran (ngebayangin gimana dapur mereka kalau area makan aja kayak gini huhu).
Pertama, saya lihat di dekat tumpukan piring. Kedua, di dekat tempat penyajian makanan. Ketiga, di meja makan. Keempat, di lantai banyak yang berkeliaran. Entah pengunjung lain perhatiin atau gak. tapi saya dan teman2 saya bener2 melihatnya.
Kebersihan alat makan juga kurang. Piringnya berdebu, kerasa banget pas dipegang. Gelasnya juga gak bersih, seperti masih ada cap bibir orang, harus dilap sendiri dulu.

Ini pertama dan terakhir kali saya dan teman2 makan di The Buffet. Gapapa deh bayar lebih mahal di resto ayce lain, tapi puas, tidak mengecewakan seperti ini. Dengan harga 80rb saya bisa dpt makanan yang lebih bermutu di tempat lain :(

Semoga membantu ya reviewnya :)
Yang penasaran nyoba the buffet silahkan hehe..
Semoga The Buffet bisa lebih baik lagi dalam menjaga kualitas hidangan, kebersihan, dan pelayanan.

Wednesday, July 31, 2013

DICARI!! JASA PENJAHIT ATAU KONVEKSI DAERAH CIMANGGIS-DEPOK

Saya sedang mencari jasa penjahit atau konveksi di daerah cimanggis-depok yang menerima jahitan untuk butik.

Yang punya info bisa kirimkan alamat/no telp penjahitnya ke email saya liaclara2@gmail.com

terima kasih ^^

Sunday, February 24, 2013

Rangkuman SUBSTANCE-RELATED AND IMPULSE-CONTROL DISORDERS


SUBSTANCE-RELATED AND IMPULSE-CONTROL DISORDERS

Setiap manusia pasti sering menghadapi godaan dalam berbagai situasi, dan ada sebagian orang yang memiliki kesulitan tertentu untuk melawan godaan tersebut. Salah satu godaan yang mungkin sering terjadi adalah godaan untuk minum minuman keras dan mengkonsumsi narkoba. Kesulitan kronis dalam melawan godaan untuk mengkonsumsi narkoba dan alkohol dapat disebut dengan istilah substance-related disorders. Selain itu ada beberapa masalah lain seperti kesulitan melawan godaan untuk berjudi, mengutil atau mencuri, menahan emosi, bahkan untuk mencabut rambut orang lain. Gangguan tersebut dinamakan impulse control disorders.
Yang dimaksud dengan substance adalah setiap produk alami atau buatan yang memiliki efek psikoaktif, yang dapat merubah persepsi, pikiran, emosi, dan perilaku seseorang. Zat-zat tersebut biasanya dikenal dengan sebutan obat (seperti heroin dan kokain). Orang-orang yang menyalahgunakan penggunaan obat-obat ini disebut sebagai pecandu narkoba. Ada perbedaan pandangan dari masyarakat terkait dengan para pecandu narkoba. Sebagian masyarakat mengatakan bahwa itu adalah pilihan diri mereka sendiri, namun sebagian lain berpendapat bahwa mengkonsumsi narkoba adalah pelanggaran serius dalam masalah kesehatan dan keamanan.
Banyak zat yang telah digunakan untuk pengobatan selama berabad-abad. Salah satunya adalah daun coca yang digunakan untuk meningkatkan daya tahan tubuh. Daun ini juga sudah diproduksi dan beredar secara legal di Eropa dan Amerika Serikat sebagai obat untuk melepas kepenatan. Daun coca juga digunakan dalam berbagai jenis minuman dan ramuan lain. Selain itu zat psikoaktif juga biasa digunakan dalam upacara keagamaan.
Terdapat empat kondisi yang muncul terkait dengan penggunaan narkoba, yaitu substance intoxication, substance withdrawal, substance abuse, dan substance dependence.
1.      Substance intoxication adalah gejala perilaku maladaptif yang signifikan pada perilaku dan psikologis individu karena efek dari zat yang dikonsumsi pada sistem saraf pusat. Penggunaan zat secara kronis selama beberapa hari atau minggu mungkin membuat pemakai mulai menarik diri dari lingkungan sosial. Orang-orang yang berharap bahwa ganja dapat membuat mereka santai mungkin akan mengalami relaksasi, namun untuk orang-orang yang takut merasa malu bisa menimbulkan kecemasan. Orang-orang yang mengkonsumsi minuman berakohol di sebuah pesata mungkin akan menjadi liar dan keras, sedangkan orang yang mengkonsumsinya sendiri di rumah mungkin menjadi lelah dan tertekan. Orang yang minum alkohol di rumah mungkin cenderung kurang membahayakan diri sendiri atau orang lain daripada orang yang minum di bar dan pulang di bawah pengaruh alkohol. Diagnosis substance intoxication ini hanya diberikan ketika seseorang mengalami perubahan perilaku dan psikologis yang signifikan seperti secara substansial mengganggu hubungan sosial dan keluarga, menyebabkan masalah keuangan atau pekerjaan, atau menempatkan orang tersebut pada resiko kecelakaan lalu lintas, komplikasi medis yang parah, atau masalah hukum.
2.      Substance withdrawal adalah adanya penderitaan yang mengganggu bidang sosial, pekerjaan, atau fungsi lainnya karena efek dari pengurangan atau penghentian penggunaan narkoba. Gejala yang muncul pada kondisi ini tidak menimbulkan perubahan secara signifikan. Meskipun kafein dapat menyebabkan gugup atau sakit kepala, tetapi kafein tidak menyebabkan penurunan yang signifikan.
3.      Diagnosa substance abuse diberikan kepada seseorang yang menggunakan zat secara berulang dan menimbulkan konsekuensi berbahaya yang signifikan. Terdapat empat kategori konsekuensi berbahaya yang disebabkan oleh penyalahgunaan zat. Pertama, individu gagal untuk memenuhi kewajiban pentingnya di tempat kerja, sekolah, atau rumah. Kedua, individu berulang kali menggunakan zat dalam keadaan fisik yang tidak memungkinkan. Ketiga, individu berulang kali mengalami masalah hukum sebagai akibat dari penyalahgunaan narkoba. Keempat, individu terus menggunakan zat meskipun sudah berulang kali menunjukkan masalah sosial atau hukum akibat dari penggunaan narkoba. Seseorang harus menunjukkan masalah secara berulang, setidaknya satu dari empat kategori ini dalam jangka waktu 12 bulan untuk mendapat diagnosis substance abuse.
4.      Diagnosis substance dependence diberikan ketika penggunaan zat menyebabkan ketergantungan fisiologis serta penurunan atau tekanan yang signifikan. Kondisi ini adalah kondisi yang sering disebut sebagai kecanduan obat. Ketergantungan dan penyalahgunaan zat sangat komorbiditas dengan semua gangguan psikologis lainnya, termasuk depresi, kecemasan, dan skizofrenia.

 Zat yang biasanya disalahgunakan dapat dibagi dalam lima kategori:
1.      Depresan (alkohol, barbiturat, inhalansia, benzodiazepin)
Depresan memperlambat sistem saraf pusat. Dalam dosis moderat, obat depresan dapat membuat orang santai, sedikit mengantuk, mengurangi konsentrasi, dan merusak pemirisan serta keterampilan motorik. Dalam dosis tinggi, depresan dapat menyebabkan pingsan atau bahkan kematian.
·      ALKOHOL
Dampak alkohol pada otak terjadi dalam dua tahap yang berbeda (Brick, 2008). Dalam dosis rendah, alkohol menyebabkan banyak orang merasa lebih mandiri, lebih santai, sedikit gembira, bahkan menurunkan fungsi seksual. Pada dosis tinggi, alkohol menginduksi banyak gejala depresi, termasuk kelelahan dan kelesuan, penurunan motivasi, gangguan tidur, dan kebingungan. Individu yang kecanduan alkohol biasanya mengalami penurunan keseimbangan saat berjalan, sulit untuk fokus dan mengingat sesuaut, lambat bereaksi, agresif atau berkata kasar, suasana hati yang tidak stabil, bahkan bisa mengalami koma. Setelah sadar, biasanya mereka tidak ingat apa yang telah mereka lakukan saat sedang mabuk. Minum alkohol dalam jumlah besar dapat berakibat fatal, bahkan pada orang yang bukan pecandu alkohol kronis. Sekitar sepertiga dari hasil kematian akibat kelumpuhan pernapasan, biasanya disebabkan karena besarnya dosis alkohol. Alkohol juga dapat berinteraksi fatal dengan sejumlah zat, termasuk beberapa obat antidepresan (Brick, 2008). Orang-orang di kelompok antisosial, yang berada dalam kondisi ekonimi rendah, serta mereka yang mengalami kegagalan dalam rumah tangga, cenderung lebih mudah terlibat dalam kecanduan alkohol (Zucker et al., 1996). Mereka lebih cenderung berasal dari keluarga dengan alkoholisme, telah mulai minum sebelumnya dalam hidup, dan memiliki anak-anak dengan masalah perilaku (Puttler, Zucker, Fitzgerald, & Bingham, 1998). Penggunaan alkohol secara berlebihan dan berkepanjangan dapat memiliki efek toksik pada beberapa sistem tubuh, termasuk perut, kerongkongan, pankreas, dan hati (untuk review, lihat Nolen-Hoeksema, 2004). Salah satu kondisi medis yang paling umum yang terkait dengan penyalahgunaan alkohol rendah adalah hipertensi. Kondisi ini dikombinasikan dengan peningkatan kadar trigliserida dan low-density lipoprotein (atau "buruk") kolesterol, menempatkan pengguna alkohol pada peningkatan risiko untuk penyakit jantung.
·      BENZODIAZEPINES, BARBITURATES, INHALANTS
Pengguna awalnya mungkin merasa gembira, tapi kemudian mengalami suasana hati tertekan, lesu, distorsi persepsi, hilangnya koordinasi, dan tanda-tanda lain dari depresi sistem saraf pusat. Benzodiazepin (seperti Xanax, Valium, Halcion, Librium, dan Klonopin) dan barbiturat (seperti Seconal) secara resmi diproduksi dan dijual dengan resep dokter, biasanya sebagai obat penenang untuk pengobatan kecemasan dan insomnia. Benzodiazepines juga digunakan sebagai relaksan otot dan obat-obatan anti kejang. Namun sayangnya obat-obatan ini cenderung disalahgunakan dan dikombinasikan dengan zat-zat psikoaktif lain untuk menghasilkan perasaan euforia yang lebih besar atau untuk meringankan agitasi yang dimunculkan oleh zat lain (Schuckit, 1995). Barbiturat dan benzodiazepin menyebabkan penurunan tekanan darah, laju pernapasan, dan detak jantung. Dalam keadaan overdosis, zat-zat ini bisa sangat berbahaya dan bahkan menyebabkan kematian melalui pernapasan atau kolaps kardiovaskuler. Inhalansia adalah zat volatil yang menghasilkan uap kimia, yang dapat dihirup dan yang menekan sistem saraf pusat (Virani et al., 2009). Zat yang termasuk dalam kelompok inhalansia adalah pelarut, termasuk bensin, lem, pengencer cat, dan cat semprot. Pengguna dapat menghirup uap langsung dari kaleng atau botol berisi zat, kain yang telah direndam larutan zat, tempat zat tersebut (kantong kertas atau plastik) atau menghirup gas dari tas. Inhalansia lainnya adalah anestesi gas medis, seperti nitrous oxide yang juga dapat ditemukan dalam dispenser whipped cream dan produk yang meningkatkan kadar oktan. Nitrit, kelas lain dari inhalansia, dapat melebarkan pembuluh darah dan mengendurkan otot-otot dan digunakan sebagai peningkat gairah seks. Para pengguna terbesar inhalansia adalah remaja. Pria lebih mungkin untuk mengkonsumsi inhalansia dibandingkan perempuan. Pengguna kronis inhalansia mungkin memiliki berbagai iritasi pernapasan. Inhalansia dapat menyebabkan kerusakan permanen pada susunan saraf pusat, termasuk degenerasi dan lesi otak. Penggunaan berulang juga dapat menyebabkan hepatitis dan penyakit hati serta ginjal. Kematian dapat terjadi dari depresi pada sistem pernapasan atau kardiovaskular.
2.      Stimulan (kokain, amfetamin, cafein, nikotin)
Stimulan mengaktifkan sistem saraf pusat, menigkatkan energi, kebahagiaan dan kekuasaan, tidak ingin tidur, dan nafsu makan berkurang. Kokain dan amfetamin menyebabkan peningkatan yang berbahaya dalam tekanan darah dan denyut jantung, mengubah ritme dan aktivitas jantung, menyempitkan pembuluh darah yang dapat menyebabkan serangan jantung, dan kejang. Kafein dan nikotin juga merupakan stimulan dan dapat mengakibatkan kelainan terkait penggunaan narkoba. Meskipun efek psikologisnya tidak separah kokain dan amfetamin, kedua obat ini (terutama nikotin) dapat memiliki efek jangka panjang negatif.
·      KOKAIN
Kokain berbentuk serbuk putih yang merupakan ekstrak dari tanaman koka. Kokain merupakan salah satu zat yang paling adiktif. Kokain biasanya dicampur dalam rokok tembakau atau marijuana. Crack adalah bentuk kokain basa bebas yang direbus dalam potongan kecil, atau batu, dan biasanya dijadikan rokok. Awalnya, kokain menghasilkan euforia intens, diikuti oleh perasaan mengingkatnya harga diri, kewaspadaan, energi, dan perasaan kompetensi serta kreativitas. Ketika digunakan berulang-ulang atau pada dosis tinggi, gejalanya mengarah pada impulsif, hypersexuality, perilaku kompulsif, agitasi dan kecemasan, mencapai titik panik dan paranoia. Menghentikan penggunaan kokain dapat menyebabkan kelelahan dan depresi. Komplikasi medis yang sering dialami pengguna kokain adalah gangguan detak jantung dan serangan jantung, gagal pernapasan, efek neurologis, termasuk stroke, kejang, dan sakit kepala, dan komplikasi gastrointestinal, termasuk sakit perut dan mual. Gejala fisik meliputi nyeri dada, penglihatan kabur, demam, kejang otot, kejang, dan koma (Ruiz et al., 2007).
·      AMFETAMIN
Amfetamin adalah stimulan yang biasanya digunakan sebagai obat untuk attention problems, narcolepsy, dan chronic fatigue. Amfetamin biasa ditemukan di antihistamin (misalnya, Sudafed) dan obat diet. Stimulan banyak digunakan di bawah pengawasan dokter, tetapi saat ini banyak digunakan secara ilegal dan disalahgunakan (Ruiz et al., 2007). Amfetamin melepaskan dopamin neurotransmitter dan norepinephrine. Gejalanya mirip dengan keracunan kokain, yaitu euforia, kepercayaan diri, kewaspadaan, agitasi, dan paranoia (Ruiz et al, 2007.). Seperti kokain, amfetamin dapat menghasilkan ilusi perseptual. Pergerakan orang lain dan benda-benda mungkin tampak terdistorsi atau dilebih-lebihkan. Pengguna dapat mendengar suara-suara menakutkan yang membuat pernyataan menghina tentang mereka, melihat luka di seluruh tubuh mereka, atau merasa ular merayap di lengan mereka. Mereka mungkin memiliki delusi dan ada beberapa pengguna yang tahu bahwa pengalaman ini tidak nyata, tetapi yang lain kehilangan pegangan mereka pada realitas (Ruiz et al., 2007). Penggunaan amfetamin secara kronis dapat menyebabkan ketidakstabilan mood, kehilangan memori, kebingungan, pemikiran paranoid, dan kelainan persepsi selama berminggu-minggu, berbulan-bulan, atau bahkan bertahun-tahun. Penyalahgunaan amfetamin dan metamfetamin dapat menyebabkan sejumlah masalah kesehatan, terutama pada kardiovaskular, detak jantung yang cepat atau tidak teratur, tekanan darah meningkat, dan tidak dapat diubah, serta stroke. Suhu tubuh tinggi dan kejang-kejang dapat terjadi selama overdosis, menyebabkan kematian.
·      NIKOTIN
Nikotin merupakan alkaloid yang ditemukan dalam tembakau. Rokok adalah salah satu penghantar nikotin yang populer, dapat membawa zat ini ke otak hanya dalam hitungan detik. Merokok biasanya dimulai pada remaja awal. Remaja perempuan merokok lebih sering daripada laki-laki, dan sekali kecanduan nikotin, perempuan cenderung untuk berhenti merokok. Nikotin beroperasi pada kedua pusat dan sistem saraf perifer. Nikotin membantu melepaskan biokimia beberapa di otak, termasuk dopamin, norepinefrin, serotonin, dan opioid endogen. Meskipun orang sering mengatakan bahwa mereka merokok untuk mengurangi stres, efek fisiologis nikotin sebenarnya mirip dengan respon fight-or-flight. Beberapa sistem dalam tubuh yang terangsang adalah sistem kardiovaskular dan pernafasan. Wanita yang merokok selama hamil akan melahirkan bayi yang lebih kecil. Semakin lama seseorang merokok dan semakin dia merokok setiap hari, semakin besar risiko kesehatan. Ketika perokok berat mencoba untuk berhenti atau dilarang merokok untuk periode yang cukup panjang, misalnya di tempat kerja atau di pesawat terbang, biasanya mereka menjadi depresi, mudah tersinggung, marah, cemas, frustrasi, gelisah, lapar, sulit berkonsentrasi, dan mereka sangat ingin merokok.
·      KAFEIN
Kafein adalah stimulan yang paling banyak digunakan, 75% digunakan pada kopi (Chou, 1992). Secangkir kopi diseduh memiliki sekitar 100 miligram kafein. Sumber-sumber lain termasuk teh (sekitar 40 miligram kafein per 6 ons), soda berkafein (45 miligram per 12 ons), obat analgesik dan flu (25-50 miligram per tablet), obat diet (75-200 miligram per tablet), dan coklat serta kakao (5 miligram per batang). Kafein merangsang sistem saraf pusat, meningkatkan kadar dopamin, norepinefrin, dan serotonin. Hal ini juga meningkatkan metabolisme, suhu tubuh, dan tekanan darah. Nafsu makan berkurang, dan orang-orang merasa lebih waspada. Dalam dosis yang setara dengan dua sampai tiga cangkir kopi, kafein dapat menyebabkan gejala yang tidak menyenangkan, termasuk gelisah dan gugup. Mereka mungkin mengalami sulit tidur di kemudian hari dan sering buang air kecil. Ini adalah gejala keracunan kafein. Dosis yang sangat besar dalam mengkonsumsi kafein dapat menyebabkan agitasi ekstrim, kejang, kegagalan pernafasan, dan masalah jantung. Diagnosis keracunan kafein hanya dapat diberikan jika individu mengalami kesulitan yang signifikan atau penurunan fungsi sebagai akibat dari efek kafein.
3.      Opioid (heroin dan morfin)
Opioid berasal dari getah opium poppy, yang telah digunakan selama ribuan tahun untuk menghilangkan rasa sakit. Tubuh kita menghasilkan opioid alami, termasuk endorfin dan enkaphalins, untuk mengatasi rasa sakit. Morfin secara luas digunakan sebagai pereda nyeri di abad kesembilan belas, sampai pada akhirnya ditemukan bahwa zat tersebut sangat adiktif. Heroin dikembangkan dari morfin di akhir abad kesembilan belas dan digunakan untuk tujuan pengobatan. Ketika digunakan secara ilegal, opioid sering disuntikkan ke dalam vena, dihisap, atau melalui rokok. Gejala awal keracunan opioid adalah adanya euforia. Biasanya pemakai akan merasa mengantuk, lesu, cara bicara dan pikiran mereka menjadi tidak jelas. Keracunan yang parah dapat menyebabkan pingsan, koma, dan kejang. Opioid dapat menekan sistem pernapasan dan kardiovaskular pada titik kematian. Individu yang mengkonsumsi heroin secara berlebih dapat menyebabkan resiko overdosis atau kematian. Pengguna juga berisiko tertular HIV melalui jarum yang terkontaminasi atau melalui hubungan seks tanpa kondom. Pengguna intravena juga dapat tertular hepatitis, TBC, abses kulit yang serius, dan infeksi dalam. Wanita yang menggunakan heroin selama kehamilan beresiko keguguran dan persalinan prematur.
4.      Halusinogen dan phencyclidine (PCP)
Halusinogen dan phencyclidine (PCP) menghasilkan perubahan persepsi bahkan dalam dosis kecil. Halusinogen adalah kelompok campuran zat, termasuk lysergic acid diethylamide (LSD) dan peyote. Efek psikoaktif LSD pertama kali ditemukan pada tahun 1943 ketika Dr. Albert Hoffman sengaja menelan dan dalam hitungan menit muncul halusinasi visual. Salah satu gejala dari keracunan LSD dan halusinogen lainnya adalah sinestesia. Orang mengatakan mereka melihat suara dan mendengar warna. Mood juga bisa berubah dari depresi menjadi sangat gembira. Beberapa orang menjadi cemas. Halusinogen adalah obat yang berbahaya yang bisa menimbulkan kecemasan yang parah, paranoia, dan hilangnya kontrol. Meskipun PCP tidak diklasifikasikan dalam DSM-IV-TR sebagai halusinogen, namun terdapat banyak kesamaan efek. Pada dosis yang lebih rendah bisa menghasilkan rasa mabuk, euforia, banyak bicara, kurangnya perhatian, memperlambat waktu reaksi, vertigo, mata berkedut, hipertensi ringan, gerakan tak terkendali, dan kelemahan. Pada dosis menengah, bisa mengarah pada berpikir teratur, distorsi citra tubuh (misalnya, merasa bahwa lengan seseorang yang bukan bagian dari tubuh seseorang), depersonalisasi, dan perasaan tak nyata. Pada dosis yang lebih tinggi, PCP menghasilkan amnesia dan koma, kejang, masalah pernapasan yang parah, hipotermia, dan hipertermia. Seseorang dapat dikatakan kecanduan halusinogen atau PCP ketika individu berulang kali gagal memenuhi kewajiban peran utama di sekolah, tempat kerja, atau rumah karena keracunan dengan obat-obatan. Mereka mungkin menggunakan obat dalam situasi berbahaya, seperti saat mengemudi mobil, dan mereka mungkin memiliki masalah hukum karena kepemilikan obat. Karena obat dapat menyebabkan paranoia atau perilaku agresif, pengguna sering dapat menemukan pekerjaan dan hubungan sosial terpengaruh.
5.      Ganja
Daun ganja dapat dipotong, dikeringkan, dan digulung menjadi rokok atau dimasukkan ke dalam makanan dan minuman. Beberapa negara telah melegalkan penggunaan ganja untuk keperluan medis, seperti mengurangi rasa mual pada pasien kanker. Gejala akut yang dialami pemakai ganja biasanya berlangsung 3 sampai 4 jam, bahkan ada yang berlangsung selama 12 sampai 24 jam. Biasanya dimulai dengan rasa kesejahteraan, relaksasi, dan ketenangan. Pengguna mungkin akan merasa pusing, mengantuk, atau melamun. Mereka mungkin menjadi lebih sadar lingkungan mereka, dan segala sesuatu mungkin tampak lucu. Gangguan kognitif yang disebabkan oleh ganja dapat bertahan hingga satu minggu setelah berhenti dari penggunaan (Paus, Gruber, et al., 2001). Efek ini tampak lebih besar bagi wanita daripada pria (Paus et al., 1997). Pada dosis sedang sampai besar, pengguna ganja mengalami distorsi persepsi, perasaan depersonalisasi, dan pemikiran paranoid. Beberapa menemukan efek halusinogen menyenangkan, tetapi yang lain menjadi takut. Beberapa pengguna mungkin memiliki episode kecemasan yang parah menyerupai serangan panik (Phariss, Millman, & Beeder, 1998). Gejala fisiologis keracunan ganja termasuk detak jantung meningkat atau tidak teratur, peningkatan nafsu makan, dan mulut kering. Asap ganja dapat meningkatkan resiko batuk kronis, sinusitis, bronkitis, dan emfisema. Penggunaan kronis ganja menurunkan jumlah sperma pada pria dan dapat menyebabkan ovulasi tidak teratur pada wanita (Ruiz et al., 2007).

OTHER DRUGS OF ABUSE
Obat-oabtan lain yang dapat menyebabkan kecanduan adalah ekstasi (3,4-methylenedioxymethamphetamine, atau MDMA), GHB (gamma-hidroksibutirat), ketamine, dan rohypnol (flunitrazepam).
Ekstasi memiliki efek stimulan dari amfetamin yang bersama dengan sifat halusinogen (NIDA, 2009). Pengguna mengalami peningkatan energi, gelisah dan menyatakan bahwa hambatan sosial mereka menurun dan kasih sayang mereka untuk orang lain meningkat. Bahkan penggunaan jangka pendek dapat memiliki efek jangka panjang negatif pada kognisi dan kesehatan. Orang yang menggunakan ekstasi memiliki skor rendah pada tes yang berhubungan dengan perhatian, memori, belajar, dan kecerdasan umum dibandingkan orang yang tidak menggunakan obat. Efek euforia dan beberapa kerusakan otak mungkin terjadi karena perubahan dalam fungsi serotonin di otak (Emas, Tabrah, Frost &- Pineda, 2001). Pengguna jangka panjang dapat menyebabkan masalah jantung, gagal hati, dan mereka menunjukkan peningkatan tingkat kecemasan, depresi, gejala psikotik, dan paranoia (Emas, et al., 2001).
GHB adalah depresan sistem saraf pusat yang dapat digunakan untuk pengobatan gangguan tidur narkolepsi (NIDA, 2008a). Pada dosis rendah, dapat mengurangi kecemasan dan membuat relaksasi. Pada dosis yang lebih tinggi dapat menyebabkan tidur, koma, atau kematian. Pada 1980-an, GHB secara luas digunakan oleh binaragawan dan atlet untuk mengurangi lemak dan membangun otot. Efek samping lainnya adalah berkeringat, sakit kepala, detak jantung menurun, mual, muntah, gangguan pernapasan, hilangnya gerakan refleks, dan tremor (NIDA, 2008a). GHB juga dianggap sebagai obat date-rape karena telah dikaitkan dengan serangan seksual (NIDA, 2008a).
Ketamin adalah anestesi yang menghasilkan efek halusinogen (NIDA, 2008a). Ketamine dapat menimbulkan out-of-body. Hal ini juga dapat membuat para pengguna koma. Efeknya mirip dengan PCP, termasuk mati rasa, kehilangan koordinasi, rasa kekebalan, kekakuan otot, perilaku agresif atau kekerasan, ucapan yang tak jelas, rasa kekuatan berlebih, dan tatapan kosong. Karena ketamin adalah obat bius, pengguna tidak merasakan sakit sehingga dapat menyebabkan mereka untuk melukai diri sendiri (NIDA, 2008a).
Rohypnol adalah benzodiazepine dan memiliki efek sedatif dan hipnotik (NIDA, 2008a). Pengguna mungkin mengalami relaksasi otot, mengantuk, gangguan penilaian, halusinasi, pusing, dan kebingungan. Tablet Rohypnol dengan mudah dapat dihancurkan dan dicampurkan ke dalam minuman seseorang. Rohypnol tidak berbau, tidak berwarna, dan hambar, sehingga korban sering tidak sadar bahwa minuman mereka telah diracuni. Efek sampingnya adalah sakit kepala, nyeri otot, dan kejang. Dalam kombinasi dengan alkohol atau depresan lainnya, Rohypnol dapat berakibat fatal (NIDA, 2008a).

THEORIES OF SUBSTANCE USE, ABUSE, AND DEPENDENCE
1.    BIOLOGICAL THEORIES
·      Faktor Genetik
Riwayat keluarga, adopsi, dan studi kembar menunjukkan bahwa genetika mungkin memainkan peran penting dalam menentukan siapa yang berisiko untuk gangguan penggunaan zat. Studi keluarga menunjukkan bahwa orang yang masih memiliki hubungan kerabat dengan orang yang memiliki kelainan penggunaan narkoba delapan kali lebih mungkin untuk memiliki gangguan zat (Merikangas, Dierker, & Szatmari, 1998). Studi kembar juga menunjukkan komponen genetik untuk penyalahgunaan zat (Crabbe, 2002, Kendler & Prescott, 1998b;. Lerman et al, 1999). Banyak penelitian telah difokuskan pada gen yang mengendalikan sistem dopamin. Variasi genetik dalam gen reseptor dopamin (berlabel DRD2) dan gen transporter dopamin (berlabel SLC6A3) dapat mempengaruhi bagaimana otak memproses dopamin, sehingga mempengaruhi bagaimana seseorang menemukan zat-zat seperti nikotin (Hasin, Hatzenbuehler, & Waxman, 2006).
·      Reward Sensitivity
Sensitivitas seseorang terhadap suatu zat pasti berbeda antara satu dengan yang lain. Reward sensitivity yang lebih tinggi berkorelasi dengan onset awal dari konsumsi alkohol pada orang dewasa muda (Pardo, Aguilar, Molinuevo, & Torrubia, 2007), penggunaan alkohol dan penyalahgunaan dalam sampel nonclinical (Jorm et al, 1999;. Loxton & Dawe, 2001), dan keinginan serta tanggapan mood yang positif terhadap alkohol (Zisserson & Palfai, 2007). Salah satu penanda fisiologis sensitivitas adalah adanya akselerasi hati dalam menanggapi rangsangan (Fowles et al., 1982). Alkohol merangsang denyut jantung pada manusia, dan tingkat respons jantung berlebihan dengan dosis memabukkan alkohol ditemukan pada orang yang tergantung atau memiliki riwayat keluarga ketergantungan alkohol (Conrod, Peterson, Pihl, & Mankowski, 1997).
2.    PSYCHOLOGICAL THEORIES
Menurut teori belajar, anak-anak dan remaja dapat belajar perilaku penggunaan narkoba dari meniru orang tua mereka dan orang lain yang penting dalam budaya mereka. Anak-anak yang orang tuanya mengkonsumsi alkohol dan sering mabuk atau mengemudi sambil mabuk dapat belajar bahwa ini adalah perilaku yang dapat diterima, dan dengan demikian mereka lebih cenderung untuk terlibat di dalamnya (Chassin, Pitts, DeLucia, & Todd, 1999). Karena alkohol adalah masalah yang lebih sering terjadi pada laki-laki daripada perempuan, sebagian besar orang dewasa yang menjadi model yang tidak tepat dari penggunaan alkohol adalah laki-laki. Karena anak-anak lebih mungkin untuk belajar dari orang dewasa yang serupa dengan diri mereka sendiri, anak-anak dan remaja laki-laki mungkin lebih cenderung untuk mempelajari perilaku orang dewasa tersebut dibanding anak dan remaja perempuan. Dengan demikian, pola maladaptif dari penggunaan alkohol dapat diwariskan oleh laki-laki dalam sebuah keluarga melalui proses imitasi (Chassin et al., 1999).
Teori-teori kognitif fokus pada harapan dan keyakinan mereka tentang kelayakan menggunakan alkohol untuk mengatasi stres (Marlatt, Baer, ​​Donovan, & Kivlahan, 1988). Individu  berharap alkohol untuk mengurangi penderitaannya dan mereka tidak memiliki cara yang lebih adaptif untuk mengatasi masalah selain mengkonsumsi alkohol ( Cooper et al, 1992.). Dalam studi jangka panjang, pria yang menggunakan alkohol untuk mengatasi dan bersantai lebih mungkin untuk mengembangkan penyalahgunaan alkohol atau ketergantungan (Schuckit, 1998). Salah satu karakteristik kepribadian secara konsisten berhubungan dengan peningkatan risiko penyalahgunaan zat dan ketergantungan adalah perilaku yang tidak terkendali, atau kecenderungan untuk menjadi impulsif, sensasi seeking, dan rentan terhadap perilaku antisosial seperti melanggar hukum.
3.    SOCIOCULTURAL PERSPECTIVE
Beberapa masyarakat mencegah penggunaan alkohol, mungkin karena keyakinan agama, dan penyalahgunaan serta ketergantungan alkohol jarang terjadi dalam masyarakat. Masyarakat lain, termasuk budaya Eropa, memungkinkan minum alkohol tetapi sangat tidak menyarankan minum berlebihan dan berperilaku yang tidak bertanggung jawab saat mabuk.
·      Perbedaan gender
Penggunaan narkoba, penggunaan alkohol khususnya, lebih dapat diterima untuk pria daripada wanita di banyak masyarakat. Wanita cenderung lebih kecil kemungkinannya dibandingkan laki-laki untuk terkena resiko penyalahgunaan serta ketergantungan narkoba dan alkohol (Nolen-Hoeksema, 2004). Biasanya wanita terlihat kurang termotivasi menggunakan alkohol untuk mengurangi tekanan dan kurang cenderung untuk mengharapkan konsumsi obat untuk mendapatkan efek positif (Nolen-Hoeksema & Harrell, 2002). Penggunaan alkohol biasanya dikaitkan dengan masalah reproduksi pada wanita. Perempuan lebih mungkin mengalami kerusakan fisik dan pelecehan seksual setelah penggunaan alkohol (Abbey, Ross, McDuffi e, & McAuslan, 1996).

TREATMENTS FOR SUBSTANCE-RELATED DISORDERS

1.    BIOLOGICAL TREATMENTS
a.    Antianxiety Drugs, Antidepressants, and Antagonists
Untuk menanggulangi alkohol, benzodiazepin yang memiliki efek depresan mirip dengan alkohol, dapat mengurangi tremor dan kecemasan, menurunkan denyut nadi dan pernapasan, serta menstabilkan tekanan darah (Ntais, Pakos, Kyzas, & Ioannidis, 2005). Obat antidepresan kadang-kadang digunakan untuk mengobati orang dengan ketergantungan zat yang mengalami depresi, namun keberhasilan obat antidepresan dalam menangani alkohol atau masalah narkoba lainnya atau depresi tanpa psikoterapi belum bisa dibuktikan secara konsisten (Nunes & Levine, 2004).
Obat antagonis memblokir atau mengubah efek dari obat adiktif, mengurangi keinginan untuk mengkonsumsi narkoba. Naltrexone dan nalokson merupakan antagonis opioid, kedua obat ini memblokir efek opioid seperti heroin. Obat antagonis opioid harus diberikan sangat hati-hati karena mereka dapat menyebabkan reaksi yang cukup parah pada orang kecanduan opioid (O'Malley & Kosten, 2006). Naltrexone juga telah terbukti berguna dalam mengobati orang yang tercandu alkohol.
Pengobatan lainnya adalah dengan menggunakan obat resep yang mengurangi keinginan untuk mengkonsumsi nikotin. Salah satu obat yang biasa digunakan adalah bupropion antidepresan (dipasarkan untuk berhenti merokok sebagai Zyban). Cara bupropion membantu orang berhenti merokok saat ini belum jelas, tetapi mungkin melibatkan perubahan dalam kadar dopamin neurotransmitter (Mooney & Hatsukami, 2001). Sebuah obat yang disebut Varenicline (Chantix), yang mengikat dan sebagian merangsang reseptor nikotin, juga telah terbukti mengurangi keinginan untuk mengkonsumsi  nikotin. (Jorenby et al., 2006).
b.    Methadone Maintenance Programs
Metadon merupakan opioid. Orang yang bergantung pada heroin biasa menggungkan metadon untuk mengurangi gejala negatif. Meskipun tujuan pengobatan adalah untuk menarik orang dari metadon, beberapa pasien menggunakannya selama bertahun-tahun di bawah perawatan dokter. Program metadon seperti pemeliharaan kontroversial. Beberapa orang percaya bahwa mereka membiarkan dirinya bergantung pada heroin hanya untuk mentransfer ketergantungan terhadap zat lain. Studi menemukan bahwa pasien dalam program tersebut jauh lebih mungkin untuk tetap dalam pengobatan psikologis dibandingkan pasien yang mencoba untuk menarik diri dari heroin tanpa metadon (Mattick et al., 2003).
2.    BEHAVIORAL AND COGNITIVE TREATMENTS
a.    Behavioral treatments
Aversive classical conditioning digunakan untuk mengobati ketergantungan dan penyalahgunaan alkohol, sendiri atau dalam kombinasi dengan terapi psikososial biologis atau terapi lainnya (Finney & Moos, 1998; Schuckit, 1995). Obat-obatan seperti disulfiram (Antabuse) yang membuat konsumsi alkohol tidak menyenangkan diberikan kepada orang-orang yang bergantung pada alkohol. Individu mengembangkan respon AC dengan alkohol, yaitu mual dan muntah. Mereka kemudian belajar untuk menghindari alkohol.
Contingency management programs memberikan bantuan bagi individu untuk mengurangi penggunaan zat. Studi menunjukkan bahwa individu yang tergantung pada heroin, kokain, ganja, atau alkohol akan tetap dalam perawatan lebih lama dan jauh lebih mungkin untuk berpuasa ketika mereka diberi insentif kontingen (Carroll & Rounsaville, 2006).
b.    Cognitive treatments
Intervensi berdasarkan model kognitif dari penyalahgunaan dan ketergantungan alkohol membantu klien mengidentifikasi situasi yang paling memungkinkan mereka untuk minum dan kehilangan kontrol, serta mengidentifikasi ekspektasi mereka bahwa alkohol akan membantu mereka mengatasi segala situasi (Daley & Marlatt, 2006 ). Terapis bekerja dengan klien untuk menentang ekspektasi-ekspektasi tersebut dengan meninjau efek negatif alkohol pada perilaku klien. Terapis juga membantu klien belajar untuk menangani situasi stres dengan cara yang adaptif, seperti mencari bantuan orang lain atau terlibat dalam masalah pemecahan aktif. Akhirnya, terapis membantu klien belajar untuk mengatakan "Tidak, terima kasih" ketika mereka ditawarkan minuman dan untuk mengatasi tekanan sosial dengan menggunakan keterampilan ketegasan.
c.    Motivational interviewing
Jika individu tidak termotivasi untuk mengurangi penggunaan zat mereka, tidak ada pengobatan yang akan efektif. William Miller (1983, Miller & Rose, 2009) mengembangkan motivational interviewing untuk memperoleh dan memperkuat motivasi klien dan komitmen untuk mengubah penggunaan narkoba mereka. Pewawancara berfokus pada ambivalensi klien, membantu klien untuk berubah.
d.    Relapse prevention
Pada program relapse prevention, terapis membantu klien mengidentifikasi situasi berisiko tinggi, dan mengembangkan strategi coping yang efektif bagi mereka. Seorang klien yang memutuskan untuk pergi ke pesta mungkin berlatih dengan terapis beberapa keterampilan ketegasan untuk menolak ajakan teman untuk minum dan menuliskan strategi penanganan yang lainnya untuk digunakan jika ia merasa tergoda, seperti memulai percakapan dengan seorang teman yang mendukung atau berlatih dalam latihan pernapasan.
e.    Alcoholics anonymous
Alcoholics Anonymous (AA) adalah sebuah organisasi yang diciptakan oleh dan untuk orang-orang dengan masalah yang berhubungan dengan alkohol. Filosofinya didasarkan pada model penyakit alkoholisme, yang menyatakan bahwa, karena defisit biologis, psikologis, dan spiritual, beberapa orang akan kehilangan semua kontrol mereka setelah mereka memiliki satu minuman. Oleh karena itu, satu-satunya cara untuk mengontrol asupan alkohol adalah untuk menjauhkan diri sepenuhnya. Anggota kelompok memberikan dukungan moral dan sosial dan menyempatkan diri untuk satu sama lain di saat krisis. Setelah mereka dinyatakan bebas dari ketergantungan dan mampu berdiri sendiri, mereka diharapkan untuk mengabdikan diri dalam membantu orang lain yang baru sembuh dari ketergantungan alkohol.


sumber:

Nolen Susan, Hoeksema (2007). Abnormal Psychology Fourth Edition. New York: Higher Education.